Berbekal peta “Gementee Soerabaja” terbitan Boekhandel en Drukkerij 1940, saya menyusuri Oedjoeng. Sebuah daerah bantaran muara Kali Mas Surabaya yang dipenuhi gudang-gudang renta.
Pagi itu sebuah kapal roll on - roll off , atau lebih dikenal dengan istilah Ro-Ro, tengah mengangkat sauhnya dari dermaga bersiap menuju Madura. Langkah kaki saya berhenti di Rotterdam-Kade memandangi kantor pelabuhan yang sekaligus berfungsi sebagai menara suar. Saya kagum, bangunan ini turut menyaksikan Pertempuran Laut Jawa. Lamunan saya pun mengembara ke enam puluh sembilan tahun lalu.
Laut Jawa memiliki kisahnya sendiri. Sebelum perang dunia berakhir telah tercatat tiga invasi militer terbesar dalam sejarah yang melintasi Laut Jawa. Tak hanya dari sisi besaran armada, invasi tersebut juga berdampak merubah tatanan dan sejarah Tanah Jawa.
Kisah pertama tentang Laut Jawa mungkin masih kita ingat ketika invasi militer Jepang 1942 dalam perintah Laksamana Takagi Takeo. Setelah serangan ke Filipina, Tarakan, dan Selat Makassar, militer Jepang menghadapi serangan penentuan di Laut Jawa pada 27-28 Februari 1942 yang dikenal dengan “Pertempuran Laut Jawa”. Alhasil, dalam pertempuran dengan kekuatan tak sebanding itu militer Jepang tidak mengalami kesulitan berarti dan mendarat dengan mudah di pantai Kragan, dekat Rembang 1 Maret 1942. Kampanye berikutnya, Jepang mampu meruntuhkan emperium Hindia Belanda yang dibangun ratusan tahun hanya dalam waktu delapan hari!
Invasi militer Tentara Kerajaan Inggris di bawah komando Letnan Jenderal Sir Samuel Auchmuty pada 1811 menjadi kisah legenda berikutnya. Misi utama Inggris adalah menghilangkan otoritas pengaruh Perancis di Lautan Timur yang mencakup wilayah Asia Pasifik. Setidaknya 100 kapal yang mengangkut 12.000 orang! Jumlah yang tiada banding hingga Perang Dunia Kedua. Mereka berhasil merapat dan memulai invasi militer mereka dari Cilincing. Hasilnya, Inggris secara resmi menduduki Jawa pada 1812-1816. Untuk alasan ini, Gubernur Jenderal Lord Minto mempromosikan Sir Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur Jawa, menetap di Buitenzorg, kini Bogor.
Jauh sebelum pasukan Auchmuty menjejakkan kakinya di Jawa, invasi militer Kubilai Khan telah merambah pedalaman Jawa. Khan adalah seorang penguasa Mongol terkemuka abad ke-13, pendiri Dinasti Yuan. Armada cucu Genghis Khan itu mendarat di pantai Rembang 1293. Invasi mereka telah berdampak secara tidak langsung terhadap tahta baru Kerajaan Majapahit. Kelak kerajaan ini akan menurunkan raja-raja Jawa yang juga akan mengubah sejarah di Tanah Jawa.
Di balik Monumen Karel Doorman terdapat nama-nama korban Pertempuran Laut Jawa enam puluh sembilan tahun silam.
Dari ketiga ekspedisi militer yang melintasi Laut Jawa, menurut saya Pertempuran Laut Jawa-lah yang memiliki cakupan serangan luas, hampir seribu orang kehilangan hidup mereka di pertempuran dua malam yang dimenangkan oleh Jepang itu. Untuk mengenang mereka yang binasa saat penentuan nasib terakhir Hindia Belanda di Laut Jawa, Kerajaan Belanda mendirikan sebuah monumen di Ereveld Kembang Kuning Surabaya, sebuah taman makam kehormatan bagi korban perang yang dikelola Oorlogsgravenstichting. Monumen yang diresmikan pada 7 Mei 1954 itu mengabadikan nama seorang Laksamana Muda yang turut melegenda di Pertempuran Laut Jawa, Karel Doorman.
Suara peluit kapal menyadarkan saya dari lamunan tentang kejadian silam di Laut Jawa yang melegenda. Saya bangkit dari tepi Rotterdam-Kade dan bergegas meninggalkan Oedjoeng yang semakin bising dengan para penumpang yang mengantri penyeberangan berikutnya.
Source : http://forum.vivanews.com/showthread.php?t=99941
0 komentar:
Post a Comment